Warna-warni Ideologi dalam Kancah Pergerakan Indonesia

1 April 2012, Indonesia dalam kerlap-kerlip cahaya kemerdekaan. Bebas. Jakarta yang ramai, penduduk hiruk-pikuk. Indonesia dalam upaya pembangunan. Kemiskinan, kelaparan, demo di mana-mana, itulah beberapa masalah yang kini ‘merengek’ minta diselesaikan. Sekarang, coba kita lihat ke belakang, jauh sebelum kebebasan berkedaulatan kita dapat.  Tinggalkan seluruh kemerlap ini, masalah-masalah ini. Coba kita tengok sejenak perjuangan dan langkah demi langkah yang dirintis para pejuang. Organisasi, ideologi-ideologi, semua yang mewarnai sejarah kebangkitan nasional di abad 19.  Mari telusuri sedikit warna itu. Kembali ke masa lalu.

Abad 19.

Pan Islamisme dan Nasionalisme, dua paham yang berkembang dalam tubuh Sarekat Islam (SI). Sebuah organisasi yang berdiri di Solo, tahun 1911 ini sebelumnya bernama Sarekat Dagang Islam (SDI). Dari namanya yang berunsur ‘Islam’, kita dapat mengetahui campur tangan paham Islamisme dalam pergerakan SI. Semangat  yang terkandung dalam gerakan Pan-Islamisme telah membangkitkan rasa kebangsaan yang kuat dengan didasari ikatan keagamaan. Pan-Islamisme sendiri merupakan suatu paham yang bertujuan mempersatukan umat Islam sedunia. Paham ini telah merasuk ke dalam beberapa tokoh pergerakan nasional dan mendorong munculnya beberapa organisasi seperti SI.

1927, sebuah organisasi bertajuk nasionalisme, telah berdiri di Indonesia. Partai Nasional Indonesia (PNI), begitulah organisasi ini disebut. PNI sebagai suatu partai yang berideologi nasionalis mempunyai tujuan untuk memperjuangkan kehidupan bangsa Indonesia yang bebas.Cita-cita politiknya yaitu mencapai Indonesia merdeka dan berdaulat.

Ideologi komunisme diperkenalkan kali pertama oleh Sneevliet, seorang pegawai perkereta-apian yang berkebangsaan Belanda. Ideologi komunisme ini diwujudkan dalam pembentukan organisasi yang bemama Indische Social Democratis The Vereeniging (ISDV). Pada tahun 1926, sebuah partai komunis dirintis di Indonesia dengan nama PKI (Partai Komunis Indonesia). Pergerakannya sangat radikal. Organisasi ini dilarang pemerintah Belanda pada tahun 1927.

Masih banyak lagi warna-warna itu. Mungkin lain waktu saja kita kembali menengok warna-warna itu. Sekarang, bagaimana kita bisa melanjutkan warna-warna itu, bagaimana kita membuat goresan warna terang yang baru, itulah hal yang harus kita pikirkan. Sejarah adalah pelajaran, bukan hanya menghitung masa, lalu terlupakan. Bukan hanya sekilas memori, lalu diabaikan. Sejarah adalah bagaimana kita mengambil pelajaran dari lubang yang terbentuk, agar tak jatuh lagi ke lubang yang sama. Karena bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai sejarahnya.

0 komentar:

Posting Komentar